ETIKA DAN MORALITAS GURU PENDIDIKAN JASMANI DALAM PEMBELAJARAN


ETIKA DAN MORALITAS GURU PENDIDIKAN JASMANI DALAM PEMBELAJARAN

BAB 1
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang

Pendidikan adalah segenap upaya yang mempengaruhi pembinaan dan pembetukan kepribadian, termasuk perubahan prilaku, karena itu pendidikan jasmani dan olahraga selalu melibatkan dimensi sosial, yang bersifat fisikal yang menekankan keterampilan, ketangkasan dan kebolehan. 

Pendidikan jasmani pada dasarnya merupakan bagian integral dari sistem pendidikan secara keseluruhan. Oleh karena itu, pelaksanaan pendidikan jasmani harus diarahkan pada pencapaian tujuan tersebut. Tujuan pendidikan jasmani bukan hanya mengembangkan ranah jasmani, tetapi juga mengembangkan aspek kesehatan, kebugaran jasmani, keterampilan berfikir kritis, stabilitas emosional, keterampilan sosial, penalaran dan tindakan moral melalui kegiatan aktivitas jasmani dan olah raga.

Menurut UUD 1945 pasal 1 berbunyi “tiap-tiap warga Negara berhak mendapatkan pengajaran”. Berdasarkan pasal ini jelas bahwa semua warga negara tanpa terkecuali berhak mendapatkan pendidikan. Tujuan utamanya agar generasi muda penerus bangsa dapat memajukan negara Indonesia ini.

Pendidikan jasmani merupakan media untuk mendorong perkembangan motorik,kemampuan fisik, pengetahuan dan penalaran, penghayatan nilai-nilai (sikap-mental-emosional, spiritual dan sosial), serta pembiasan pola hidup sehat yang bermuara untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan yang seimbang satu sama lain. Pendidikan jasmani memiliki peran yang sangat penting dalam mengintensifkan penyelenggaraan pendidikan sebagai suatu proses pembinaan manusia yang berlangsung seumur hidup. Pendidikan jasmani memberikan kesempatan pada siswa untuk terlibat langsung dalam aneka pengalaman belajar melalui aktivitas jasmani, bermain, dan berolahraga yang dilakukan secara sistematis, terarah dan terencana. Pembekalan pengalaman belajar itu diarahkan untuk membina, sekaligus membentuk gaya hidup yang sehat, bugar dan aktif sepanjang hayat dan sepanjang masa. Dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani guru harus dapat mengajarkan berbagai keterampilan gerak dasar, teknik dan strategi permainan / olahraga, internalisasi nilai-nilai (sportifitas, jujur, kerjasama, etika ,moral dan lain-lain).

Di Indonesia pendidikan jasmani memiliki tujuan kepada keselarasan antara tubuhnya dan perkembangan jiwa, dan merupakan suatu usaha untuk membuat bangsa indonesia yang sehat lahir dan batin, diberikan kepada segala jenis sekolah. (UU no 4 th 1950, ttg dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah bab IV pasal 9). Tujuan pendidikan jasmani sebagai (1) perkembangan organ-organ tubuh untuk meningkatkan kesehatan dan kebugaran jasmani, 2) perkembangan neuro muskuler, 3) perkembangan mental emosional, 4) perkembangan sosial dan 5) perkembangan intelektual. Tujuan akhir olahraga dan pendidikan jasmani terletak dalam peranannya sebagai wadah unik penyempurnaan watak, dan sebagai wahana untuk memiliki dan membentuk kepribadian yang kuat, watak yang baik dan sifat yang mulia; hanya orang-orang yang memiliki kebajikan moral seperti inilah yang akan menjadi warga masyarakat yang berguna.

B.     Rumusan Masalah
  1. Apakah yang dimaksud dengan etika dan moral dalam pendidikan?
  2. Apa itu Kode Etik Profesi Guru
  3. Apa yang dimaksud pengertian penjas dan olahraga?
  4. Apa yang dimaksud Etika dan moral dalam pembelajara penjas dan olahraga?
  5. Bagaimanakah prinsip moral dan etika dalam penjas dan olahraga?
  6. Bagaimana cara mengajarkan etika dan moral dalam penjas dan olahraga?

C.    Tujuan
  1. Mengetahui etika dan moral dalam pendidikan.
  2. Mengetahui Kode Etik Profesi Guru.
  3. Mengetahui pengertian penjas dan olahraga.
  4. Mengetahui Etika dan moral dalam pembelajara penjas dan olahraga.
  5. Mengetahui  prinsip moral dan etika dalam penjas dan olahraga.
  6. Mengetahui cara mengajarkan etika dan moral dalam penjas dan olahraga.


BAB 2
PEMBAHASAN


A.    Etika dan Moral Dalam Pendidikan

Pendidikan jasmani dan olahraga adalah laboratorium bagi pengalaman manusia karena dalam pendidikan jasmani menyediakan kesempatan untuk memperlihatkan mengembangan karakter. Pengajaran etika dalam pendidikan jasmani biasanya dengan contoh atau perilaku. Pengajar tidak baik berkata kepada muridnya untuk memperlakukan orang lain secara adil kalau dia tidak memperlakukan muridnya secara adil. Selain dari pada itu pendidikan jasmani dan olahraga begitu kaya akan pengalaman emosional. Aneka macam emosi terlibat di dalamnya. Kegiatan pendidikan jasmani dan olahraga yang berakar pada permainan, ketrampilan dan ketangkasan memerlukan pengerahan energi untuk menghasilkan yang terbaik, pendidikan jasmani dan olahraga merupakan dasar atau alat pendidikan dalam membentuk manusia seutuhnya, dalam pengembangan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor yang behavior dalam membentuk kemampuan manusia yang berwatak dan bermoral. Dalam tulisan ini akan lebih dibahas tentang etika dan permasalahan dalam pendidikan jasmani dan olahraga.

Etika

Istilah etika dan moral secara etimologis, kata ethics berasal dari kata Yunani, ethike yang berarti ilmu tentang moral atau karakter. Studi tentang etika itu secara khas sehubungan dengan prinsip kewajiban manusia atau studi tentang semua kualitas mental dan moral yang membedakan seseorang atau suku bangsa. Moral berasal dari kata Latin, mos dan dimaksudkan sebagai adat istiadat atau tata krama. (Rusli Lutan, 2001).

Etika tidak mempunyai pretensi untuk secara langsung dapat membuat manusia menjadi lebih baik. Etika adalah pemikiran sistematis tentang moralitas, dimana yang dihasilkannya secara langsung bukan kebaikan, melainkan suatu pengertian yang lebih mendasar dan kritis. (Franz Magnis Suseno,1989). Lebih lanjut dikatakan bahwa etika adalah sebuah ilmu, bukan sebuah ajaran. Jadi etika dan ajaran-ajaran moral tidak berada di tingkat yang sama. Untuk memahami etika, maka kita harus memahami moral. Etika mengembangkan diri, Orang hanya dapat menjadi manusia utuh kalau semua nilai atas jasmani tidak asing baginya, yaitu nilai-nilai kebenaran dan pengetahuan, kesosialan, tanggung jawab moral, estetis dan religius. Suatu usaha sangat berharga untuk menyusun nilai-nilai dan menjelaskan makna bagi manusia dilakukan sebagai berikut : Mengembangkan diri, Melepaskan diri, menerima diri. Freeman menyebutkan bahwa etika terkait dengan moral dan tingkah laku, menjelaskan aturan yang tepat tentang sikap.

Etika merupakan pelajaran dari tingkah laku ideal dan pengetahuan antara yang baik dan buruk. Etika juga menggambarkan tindakan yang benar atau salah dan apa yang harus orang lakukan atau tidak. Etika penting karena merupakan kesepakatan pada kebiasan manusia, bagaimana modelnya, bagaimana ia menunjukkan dirinya sendiri, dengan segala sisi baik dan buruk. Etika mendasari tentang cara melihat dan mempromosikan kehidupan yang baik, tentang mendapatkannya, merayakannya dan menjaganya. Etika terkait dengan nilai-nilai pemeliharaan seperti kebenaran, pengetahuan, kesempurnaan, persahabatan dan banyak nilai-nilai lainnya.

Secara lebih detail, Sidi Gazalba (dalam wiyani, 2015:2) menyajika pengertian etika seperti berikut ini:

1. Etika adalah kaidah-kaidah rasa moral dan ajaran filsafat tentang rohani.
2. Etika adalah ilmu tentang tingkah laku manusia.
3. Etika merupakan bagian filsafat yang mengembangkan teori mengenai tindakan-tindakan, alasan-alasan tindakan, tujuan-tujuan tindakan, dan arah tindakan.
4. Etika adalah ilmu tentang filsafat moral, tidak mengenai fakta tetapi mengenai idenya.
5. Etika adalah ilmu tentang moral yang mengkaji mengenai prinsip-prinsip dan kaedah moral mengenai tindakan dan kelakuan.

Etika juga mengenai rasa belas kasih dan simpati, tentang memastikan kehidupan baik berbagi dengan lainnya, etika terkait dengan kepedulian terhadap yang lain, terutama yang tidak punya kedudukan atau kekuatan yang diperlukan untuk melindungi diri mereka sendiri atau jalan mereka.

Moral

Istilah moral dikaitkan dengan motif, maksud dan tujuan berbuat. Moral berkaitan dengan niat. Sedangkan etika adalah studi tentang moral. Etika terkait dengan moral dan tingkah laku. Etika juga mengenai tentang rasa belas kasih dan simpati-tentang memastikan kehidupan yang baik berbagi dengan lainnya. Bahwa moral selalu mengacu pada baik-buruknya manusia sebagai manusia. Bidang moral adalah bidang kehidupan manusia dilihat dari segi kebaikannya sebagai manusia.

Norma-norma moral adalah tolok ukur untuk menentukan betul-salahnya sikap dan tindakan manusia dilihat dari segi baik-buruknya sebagai manusia dan bukan sebagai pelaku peran tertentu dan terbatas. Selanjutnya dikatakan bahwa ada norma-norma khusus yang hanya berlaku dalam bidang atau situasi khusus. Seperti bola tidak boleh disentuh oleh pemain sepakbola, bila permainan berhenti maka aturan itu sudah tidak berlaku.Norma diatas merupakan norma khusus, sedangkan norma umum ada tiga macam seperti : norma-norma sopan santun, norma-norma hukum dan norma-norma moral. Norma sopan santun menyangkut sikap lahiriah manusia. Namun sikap lahiriah sendiri tidak bersifat moral. Norma hukum adalah norma yang dituntut dengan tegas oleh masyarakat karena perlu demi keselamatan dan kesejahteraan umum. Norma hukum adalah norma yang tidak dibiarkan dilanggar, orang yang melanggar hukum, pasti akan dikenai hukuman sebagai sangsi. Tetapi norma hukum tidak sama dengan norma moral.

Bisa terjadi bahwa demi tuntutan suara hati, demi kesadaran moral, orang harus melanggar hukum. Kalaupun dihukum, hal itu tidak berarti bahwa orang itu buruk. Hukum tidak dipakai untuk mengukur baik-buruknya seseorang sebagai manusia, melainkan untuk menjamin tertib umum. Norma moral adalah tolok ukur yang dipakai masyarakat untuk mengukur kebaikan seseorang, maka dengan norma-norma moral kita betul-betul dinilai. Itulah sebab penilaian moral selalu berbobot. Perkembangan moral adalah proses, dan melalui proses itu seseorang mengadopsi nilai-nilai dan perilaku yang diterima oleh Pada dasarnya seseorang yang konsisten menginternalisasi norma dipandang sebagai seseorang yang bermoral. Para ahli menerapkan apa yang disebut pendekatan “kantong kebajikan” teori ini percaya bahwa seseorang mencontoh perilaku orang lain sebagai model atau tauladan yang ia nilai memiliki sifat-sifat tertentu atau yang menunjukkan perilaku berlandasan nilai yang diharapkan. Untuk memahami moral Freeman, (2001)) menyatakan bahwa pemahaman moral berpengaruh langsung terhadap motivasi dan Etika dan Masalah-masalah dalam Pendidikan Jasmani dan Olahraga namun perilaku memiliki hubungan yang tak begitu kuat. Hubungan erat pada empati, emosi, rasa bersalah, latar belakang sosial, pengalaman. Suseno melihat terdapat tiga prinsip dasar dalam moral, yaitu prinsip sikap baik, prinsip keadilan dan prinsip hormat terhadap diri sendiri.

Prinsip sikap baik dimana prinsip ini mendahului dan mendasari semua prinsip moral lain, dimana sikap yang dituntut dari kita adalah jangan merugikan siapa saja. Prinsip bahwa kita harus mengusahakan akibat-akibat baik sebanyak mungkin dan mengusahakan untuk sedapat mungkin mencegah akibat buruk dari tindakan. Prinsip keadilan dimana keadilan tidak sama dengan sikap baik, demi menyelamatan gol dari serangan lawan, pemain belakang menahan dengan tangan, hal itu tetap tidak boleh dengan alasan apapun, berbuat baik dengan melanggar hak pihak lain tidak dibenarkan.

Sidi Gazalba (dalam Wiyani, 2015: 3) mengungkapkan perbedaan etika dan moral berikut ini:

1.      Etika lebih banyak bersifat teori mengenai perbuatan manusia, sedangkan moral bersifat praktis.
2.      Etika membeicatakan bagaimana idealnya, sedangkan moral membicarakan bagaimana faktanya.
3.      Etika menyelidiki, memikirkan, dan mempertimbangkan mengenai perbuatan yang baik dan perbuatan yang buruk, sedangkan moral menyatakan ukuran yang baik mengenai perbuatan manusia dalam kesatuan sosial tertentu.
4.      Etika memandang manusia secara universal, sedangkan moral secara tempatan.

Prinsip hormat terhadap diri sendiri mengatakan bahwa manusia wajib untuk selalu memperlakukan diri sebagai suatu yang bernilai pada dirinya sendiri. Prinsip ini berdasarkan faham bahwa manusia adalah person, pusat berpengertian dan berkehendak, yang memiliki kebebasan dan suara hati, mahluk berakal budi.

B.     Kode Etik Profesi Guru

Sama seperti profesi lainnya, profesi guru juga memiliki kode etik yang disebut kode etik guru. Bahwa kode etik profesi adalah norma-norma yang harus diindahkan dan diamalkan oleh setiap anggotanya dalam melaksanakan tugas dan pergaulan hidup sehari-hari dimasyarakat.

Pada undang-undang nomor 8 tahun 1974 tentang pokok kepegawaian pada pasal 28 disebutkan bahwa kode etik merupakan pedoman sikap dan perilaku didalam dan diluar kedinasan. Kemudian pada kode etik pegawai negeri sipil disebutkan bahwa kode etik adalah pedoman sikap, perilaku dan perbuatan didalam melaksanakan tugas dan dalam kehidupan sehari-hari.

Maka kode etik profesi guru adalah norma-norma yang dijadikan sebagai landasan oleh sekelompok guru dalam melaksanakan tugas dan pergaulannya dilingkungan pendidikan. Lingkungan pendidikan tersebut oleh Ki Hajar Dewantara disebut dengan istilah Tri Pusat Pendidikan, meliputi lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat.

Menurut (Wiyani, 2015:69) Pada kode etik profesi guru terdapat dua unsur pokok. Pertama kode etik profesi guru adalah landasan moral bagi guru. Kedua kode etik profesi guru merupakan pedoman bagi guru dalam berperilaku. Sebagai landasan dalam berperilaku bagi sekelompok guru, norma pada kode etik profesi guru berisi berbagai petunjuk mengenai bagaimana seharusnya guru bekerja serta larangan yang harus tidak boleh dilakukan oleh guru ketika bekerja.

Kede etik profesi guru di Indonesia disebut dengan istilah Kede Etik Guru Indonesia atau KEGI. KEGI adalah norma dan asas yang disepakai serta diterima oleh guru-guru Indonesia sebagai pedoman sikap dan perilaku dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pendidik, anggota masyarakat, serta warga negara republic Indonesia.

KEGI tersebut kemudian enjadi sesuatu yang membedakan antara profesi guru dengan profesi lainnya. Pada keputusan kongres XXI persatuan Guru Republik Indonesia Nomor VI/Konres/XXI/PGRI 2013 tentang kode etik guru terungkap bahwa KEGI merupakan pedoman perilaku guru Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas  keprofesionalannya.

Pada keputusan kongres tersebut juga terungkap bahwa KEGI terbagi menjadi dua bagian, yaitu bagian kewajiban guru secara umum dan bagian guru secara khusus. Kewajiban guru secara umum yaitu:

1.      Menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah atau janji guru.

Sumpah atau janji guru sebagai berikut:

Demi Allah (diucapkan sesuai dengan agamanya masing-masing) sebagai guru Indonesia saya Bersumpah/berjanji bahwa saya akan:
1. Membaktikan diri saya untuk tugas mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran peserta didik guna kepentingan kemanusiaan dan masa depannya;
2. Melestarikan dan menjunjung tinggi martabat guru sebagai profesi terhormat dan mulia;
3. Melaksanakan tugas saya sesuai dengan kompetensi jabatan guru;
4. Melaksanakan tugas saya serta bertanggungjawab yang tinggi dengan mengutamakan kepentingan peserta didik, masyarakat bangsa dan negara serta kemanusiaan;
5. Menggunakan keharusan professional saya semata-mata berdasarkan nilai-nilai agama dan Pancasila;
6. Menghormati hak asasi peserta didik untuk tumbuh dan berkembang guna mencapai kedewasaannya sebagai warga Negara dan bangsa Indonesia yang bermoral dan kerakhlak mulia;
7. Berusaha  secara sungguh-sungguh untuk meningkatkan keharusan professional;
8. Berusaha secara sungguh-sungguh untuk melaksanakan tugas guru tanpa dipengaruhi pertimbangan unsur-unsur diluar kependidikan;
9. Memberikan penghormatan dan pernyataan terimakasih pada guru yang telah mengantarkan saya menjadi guru Indonesia;
10. Menjalin kerjasama secara sungguh-sungguh dengan rekan sejawat untuk menumbuh kembangkan dan meningkatkan profesionalitas guru Indonesia; Berusaha menjadi teladan dalam berperilaku bagi peserta didik dan masyarakat; Menghormati, menaati dan mengamalkan Kode Etik Guru Indonesia. 

2. Melaksanakan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

Kewajiban Khusus guru diantaranya:

1. Kewajiban kepada peserta didik.
2. Kewajiban guru kepada orang tua atau wali peserta didik.
3. Kewajiban guru terhadap masyarakat.
4. Kewajiban guru terhadap teman sejawat.
5. Kewajiban guru terhadap profesi.
6. Kewajiban guru terhadap organisasi profesi.
7. Kewajiban guru terhadap pemerintah.

C.    Pengertian Penjas dan Olahraga

Menurut (Nahir, 2013) Pendidikan Jasmani adalah pendidikan dengan menggunakan media kegiatan Jasmani. Pendidikan jasmani pada dasarnya bersifat universal, berakar pada pandangan klasik tentang kesatuan erat antara “body and mind”, Pendidikan jasmani adalah bagian integral dari pendidikan melalui aktivitas jasmani yang bertujuan untuk meningkatkan individu secara organik, neuromuskuler, intelektual dan emosional. Olahraga adalah pelatihan Jasmani.

Olahraga bersifat netral dan umum, tidak digunakan dalam pengertian olahraga kompetitif, karena pengertiannya bukan hanya sebagai himpunan aktivitas fisik yang resmi terorganisasi (formal) dan tidak resmi (informal). Pendidikan Jasmani dan Olahraga adalah Pendidikan dan Pelatihan Jasmani, yang dalam lingkup persekolahan/pesantren berarti Pelatihan Jasmani, Rohani dan Sosial menuju kondisi yang lebih baik yaitu sejahtera paripurna (peningkatan mutu sumber daya manusia).

Pendidikan jasmani pada hakikatnya adalah proses pendidikan yang  memanfaatkan aktivitas fisik untuk menghasilkan perubahan holistik dalam kualitas individu, baik dalam hal fisik, mental, serta emosional. Pendidikan jasmani memperlakukan anak sebagai sebuah kesatuan utuh, mahluk total, daripada hanya menganggapnya sebagai seseorang yang terpisah kualitas fisik dan mentalnya. Pada kenyataannya, pendidikan jasmani adalah suatu bidang kajian yang sungguh luas. Titik perhatiannya adalah peningkatan gerak manusia. Lebih khusus lagi, penjas berkaitan dengan hubungan antara gerak manusia dan wilayah pendidikan lainnya: hubungan dari perkembangan tubuh-fisik dengan pikiran dan jiwanya. Fokusnya pada pengaruh perkembangan fisik terhadap wilayah pertumbuhan dan perkembangan aspek lain dari manusia itulah yang menjadikannya unik.

Pendidikan jasmani memanfaatkan alat fisik untuk mengembangan keutuhan manusia. Dalam kaitan ini diartikan bahwa melalui fisik, aspek mental dan emosional pun turut terkembangkan, bahkan dengan penekanan yang cukup dalam. Berbeda dengan bidang lain, misalnya pendidikan moral, yang penekanannya benar-benar pada perkembangan moral, tetapi aspek fisik tidak turut terkembangkan, baik langsung maupun secara tidak langsung. Istilah pendidikan jasmani pada bidang yang lebih luas dan lebih abstrak, sebagai satu proses pembentukan kualitas pikiran dan juga tubuh.

Pendidikan jasmani menyebabkan perbaikan dalam ‘pikiran dan tubuh’ yang mempengaruhi seluruh aspek kehidupan harian seseorang. Olahraga (sport) yang merupakan kegiatan otot yang energik dan dalam kegiatan itu atlet memperagakan kemampuan geraknya (performa) dan kemauannya semaksimal mungkin, akan tetapi perkembangan teknologi memungkinkan faktor mesin menjadi techno-sport, seperti balap mobil, balap motor, yang banyak tergantung dengan faktor mesin. Olahraga bersifat netral dan umum, tidak digunakan dalam pengertian olahraga kompetitif, karena pengertiannya bukan hanya sebagai himpunan aktivitas fisik yang resmi terorganisasi (formal) dan tidak resmi (informal) pendekatan holistik Jiwa tubuh ini termasuk pula penekanan pada ketiga domain kependidikan: psikomotor, kognitif, dan afektif.

Psikomotor

Ø  Menyukai kegiatan fisik
Ø  Merasa nyaman dengan diri sendiri
Ø  Ingin terlibat dalam pergaulan sosial
Ø  Percaya diri

Kognitif

Ø  Konsep Gerak
Ø  Arti Sehat
Ø  Memecahkan Masalah
Ø  Kritis, Cerdas

Afektif

Ø  Gerak & Keterampilan
Ø  Kemampuan Fisik & Motorik
Ø  Perbaikan fungsi organ tubuh

Pendidikan jasmani berarti program pendidikan lewat gerak atau permainan dan olahraga. Di dalamnya terkandung arti bahwa gerakan, permainan, atau cabang olahraga tertentu yang dipilih hanyalah alat untuk mendidik. Mendidik apa ? Paling tidak fokusnya pada keterampilan anak. Hal ini dapat berupa keterampilan fisik dan motorik, keterampilan berpikir dan keterampilan memecahkan masalah, dan bisa juga keterampilan emosional dan sosial.

Pendidikan olahraga adalah pendidikan yang membina anak agar menguasai cabang-cabang olahraga tertentu. Kepada murid diperkenalkan berbagai cabang olahraga agar mereka menguasai keterampilan berolahraga. Yang ditekankan di sini adalah ‘ hasil ‘ dari pembelajaran itu, sehingga metode pengajaran serta bagaimana anak menjalani pembelajarannya didikte oleh tujuan yang ingin dicapai. Ciri-ciri pelatihan olahraga menyusup ke dalam proses pembelajaran
D.    Etika dan Moral Dalam Pembelajara Penjas dan Olahraga

Pendidikan jasmani dan olahraga adalah laboratorium bagi pengalaman manusia, oleh sebab itu guru pendidikan jasmani harus mencoba mengajarkan etika dan moral dalam proses belajar mengajar, yang mengarah pada kesempatan untuk membentuk karakter anak. Karakter anak didik yang dimaksud tentunya tidak lepas dari karakter bangsa Indonesia serta kepribadian utuh anak, selain harus dilakukan oleh setiap orangtua dalam keluarga, juga dapat diupayakan melainkan pendidikan nilai di sekolah. Menurut  Johansyah Lubis (2007) pendidikan nilai di sekolah yang bisa diangkat yaitu:

Ø  Seluruh suasana dan iklim di sekolah sendiri sebagai lingkungan sosial terdekat  yang setiap hari dihadapi, selain di keluarga dan masyarakat luas.

Ø  Tindakan nyata dan penghayatan hidup dari para pendidik atau sikap keteladanan mereka dalam menghayati nilai-nilai yang mereka ajarkan akan dapat secara instingtif mengimbas dan efektif berpengaruh pada peserta didik.

Ø  Semua pendidik di sekolah, terutama para guru pendidikan jasmani perlu jeli melihat peluang-peluang yang ada, baik secara kurikuler maupun non/ekstra kurikuler, untuk menyadarkan pentingnya sikap dan perilaku positif dalam hidup bersama dengan orang lain, baik dalam keluarga, sekolah, maupun dalam masyarakat.

Ø  Secara kurikuler pendidikan nilai yang membentuk sikap dan perilaku positif juga bisa diberikan sebagai mata pelajaran tersendiri, Melalui pembinaan rohani siswa, melalui kegiatan pramuka, olahraga, organisasi, pelayanan sosial, karya wisata, lomba, kelompok studi, dan teater.

Dalam kegiatan-kegiatan tersebut para pembina melihat peluang dan kemampuannya menjalin komunikasi antar pribadi yang cukup mendalam dengan peserta didik, pendidik jasmani dalam proses pendidikan sebaiknya mengembangkan karakter, karakter menurut David Shield dan Brenda Bredemeir adalah empat kebajikan dimana seseorang mempunyai karakter bagus yang menampilkan : compassion (rasa belas kasih), fairness (keadilan), sportsmanship (ketangkasan) dan integritas. Dengan adanya rasa belas kasih, murid dapat diberi semangat untuk melihat lawan sebagai kawan dalam permainan, sama-sama bernilai, sama-sama patut menerima penghargaan. Keadilan melibatkan tidak keberpihakan, sama-sama tanggung jawab. Ketangkasan dalam olahraga melibatkan berusaha secara intens menuju sukses. Integritas memungkinkan seseorang untuk membuat kesalahan pada yang lain, sebagai contoh meskipun tindakannya negatif penerimannya oleh wasit, teman satu tim ataupun fans.

E.     Prinsip Etika dan Moral Dalam Penjas Dan Olahraga

Menurut Suseno melihat terdapat tiga prinsip dasar dalam moral, yaitu prinsip sikap baik, prinsip keadilan dan prinsip hormat terhadap diri sendiri. Prinsip sikap baik dimana prinsip ini mendahului dan mendasari semua prinsip moral lain, dimana sikap yang dituntut dari kita adalah jangan merugikan siapa saja. Prinsip bahwa kita harus mengusahakan akibat-akibat baik sebanyak mungkin dan mengusahakan untuk sedapat mungkin mencegah akibat buruk dari tindakan. Prinsip keadilan dimana keadilan tidak sama dengan sikap baik, demi menyelamatan gol dari serangan lawan, pemain belakang menahan dengan tangan, hal itu tetap tidak boleh dengan alasan apapun, berbuat baik dengan melanggar hak pihak lain tidak dibenarkan. Prinsip hormat terhadap diri sendiri mengatakan bahwa manusia wajib untuk selalu memperlakukan diri sebagai suatu yang bernilai pada dirinya sendiri. Prinsip ini berdasarkan faham bahwa manusia adalah person, pusat berpengertian dan berkehendak, yang memiliki kebebasan dan suara hati, mahluk berakal budi.

F.     Cara Mengajarkan Etika dan Moral Dalam Penjas dan Olahraga

Dalam mengajarkan etika dan nilai moral sebaiknya lebih bersifat contoh, pepatah mengatakan bahwa tindakan lebih baik baik dari kata-kata. Lutan mengatakan Nilai Moral itu beraneka macam, termasuk loyalitas, kebajikan, kehormatan, kebenaran, respek, keramahan, integritas, keadilan, kooperasi, tugas dll. Lebih lanjut dikatakan ada 4 nilai moral yang menjadi inti dan bersifat universal yaitu :

1.      Keadilan.

Keadilan ada dalam beberapa bentuk ; distributif, prosedural, retributif dan kompensasi. Keadilan distributif berarti keadilan yang mencakup pembagian keuntungan dan beban secara relatif. Keadilan prosedural mencakup persepsi terhadap prosedur yang dinilai sportif atau fair dalam menentukan hasil. Keadilan retributif mencakup persepsi yang fair sehubungan dengan hukuman yang dijatuhkan bagi pelanggar hukum. Keadilan kompensasi mencakup persepsi mengenai kebaikan atau keuntungan yang diperoleh penderita atau yang diderita pada waktu sebelumnya. Seorang wasit bila ragu memutuskan apakah pemain penyerang berada pada posisi off-side dalam sepakbola, ia minta pendapat penjaga garis. Semua pemain penyerang akan protes, meskipun akhirnya harus dapat menerima, jika misalnya wasit dalam kasus lainnya memberikan hukuman tendangan penalti akibat pemain bertahana menyentuh bola dengan tanganya, atau sengaja menangkap bola di daerah penalti. Tentu saja ia berusaha berbuat seadil mungkin. Bila ia kurang yakin, mungkin cukup dengan memberikan hukuman berupa tendangan bebas.

2.      Kejujuran.

Kejujuran dan kebajikan selalu terkait dengan kesan terpercaya, dan terpercaya selalu terkait dengan kesan tidak berdusta, menipu atau memperdaya. Hal ini terwujud dalam tindak dan perkataan. Semua pihak percaya bahwa wasit dapat mempertaruhkan integritasnya dengan membuat keputusan yang fair. Ia terpercaya karena keputusannya mencerminkan kejujuran.

3.      Tanggung Jawab.

Tanggung jawab merupakan nilai moral penting dalam kehidupan bermasyarakat. Tanggung jawab ini adalah pertanggungan perbuatan sendiri. Seorang atlet harus bertanggung jawab kepada timnya, pelatihnya dan kepada permainan itu sendiri. Tanggung jawab ini merupakan nilai moral terpenting dalam olahraga.

4.      Kedamaian

Kedamaian mengandung pengertian : a)tidak akan menganiaya, b)mencegah penganiayaan, c) menghilangkan penganiaan, dan d)berbuat baik. Bayangkan bila ada pelatih yang mengintrusksikan untuk mencederai lawan agar tidak mampu bermain?

Freeman dalam buku Physical Education and Sport in A cahanging Society menyarankan 5 area dasar dari etika yang harus diberikan yaitu : 1) Keadilan dan persamaan, 2) Respek terhadap diri sendiri. 3) Respek dan pertimbangan terhadap yang lain, 4) Menghormati peraturan dan kewenangan , 5) Rasa terhadap perspektif atau nilai relatif. (Freeman,2001;210)

    Keadilan dan Persamaan

Anak didik atau atlet adalah mengharapkan perlakuan yang adil dan sama. Anak didik ingin sebuah kesempatan untuk belajar yang sama. Seringkali anak didik yang di bawah rata-rata dalam olahraga diabaikan.

    Respek terhadap diri sendiri

Pelajar atau atlet membutuhkan respek terhadap diri sendiri dan imej positif tentang dirinya untuk menjadi sukses. Pelatih dan pengajar yang melatih semua anak didiknya dengan sama mengambil langkah tepat dalam setiap arahnya agar anak didiknya merasa dirinya penting dan layak dimata pengajarnya.

    Rasa hormat dan kepedulian terhadap orang lain.

Pelajar dan atlet membutuhkan rasa hormat kepada orang lain, apakah teman sekelasnya, lawan bertanding, guru ataupun pelatihnya. Mereka perlu belajar tentang bagaimana pentingnya memperlakukan orang lain dengan hormat.

    Menghormati peraturan dan kewenangan

Pelajar dan atlet perlu menghormati kewenangan dan peraturan, karena tanpa kedua hal ini suatu perhimpunan tidak akan berfungsi.

    Rasa terhadap perspektif atau nilai relatif

Beberapa pertanyaan tentang gunanya berolahraga perlu dipertimbangkan diantaranya ; a) seberapa penting olahraga, b) apakah hubungan yang tepat antara olahraga dalam filosofi pendidikan kita?,c)Seberap penting suatu kemenangan dan d) apa yang menjadi integritas akademik kita?

Pendidik jasmani dalam proses pendidikan sebaiknya mengembangkan karakter, karakter menurut David Shield dan Brenda Bredemeir adalah empat kebajikan dimana seseorang mempunyai karakter bagus menampilkan ; compassion (rasa belas kasih), fairness (keadilan), sportsmanship (ketangkasan) dan integritas. 

Dengan adanya rasa belas kasih, murid dapat diberi semangat untuk melihat lawan sebagai kawan dalam permainan, sama-sama bernilai, sama-sama patut menerima penghargaan. Keadilan melibatkan tidak keberpihakan, sama-sama tanggung jawab. Ketangkasan dalam olahraga melibatkan berusaha secara intens menuju sukses. Integritas memungkinkan seseorang untuk membuat kesalahan pada yang lain, sebagai contoh meskipun tindakannya negatif penerimannya oleh wasit, teman satu tim ataupun fans. Filsafat olahraga, seperti filsafat lainnya, dalam olahraga ada beberapa konsep yang perlu dikaji dan dipahami secara mendalam. Konsep ini bersifat abstrak yaitu ‘mental image’. Walau kita tahu bahwa konsep ini abstrak, tetapi didalam konsep ini ada makna tertentu, walau perbedaan makna pada setiap individu berbeda-beda tentang ini.

Konsep dasar tentang keolahragaan beragam, seperti bermain (play), Pendidikan jasmani (Physical education), olahraga (Sport), rekreasi (recreation), tari (dance). Bermain (play) adalah fitrah manusia yang hakiki sebagai mahluk bermain (homo luden), bermain suatu kegiatan yang tidak berpretensi apa-apa,kecuali sebagai luapan ekspresi, pelampiasan ketegangan, atau peniruan peran. Dengan kata lain, aktivitas bermain dalam nuansa riang dan gembira. Dalam bermain terdapat unsur ketegangan, yang tidak lepas dari etika seperti semangat fair play yang sekaligus menguji ketangguhan, keberanian dan kejujuran pemain, walau tanpa wasitpun permainan anak-anak terlihat belum tercemar.

Dalam bermain terdapat unsur ketegangan, yang tidak lepas dari etika seperti semangat fair play yang sekaligus menguji ketangguhan, keberanian dan kejujuran pemain, walau tanpa wasitpun permainan anak-anak terlihat menyenangkan dan gembira ini merupakan bentuk permainan yang belum tercemar. Dalam bermain pendidikan etika yang ada tidak mengenal pada suatu ajaran tertentu, karena anak bermain tidak melihat sisi religius teman dan bentuk permainan, karena tidak ada aturan dalam hal religus dalam bentuk permainan, pendidikan etika disini yang membetuk manusia yang baik dan kritis, sehingga proses pemberian pembelajarannya lebih bersifat mengembangkan daya pikir kritis dengan mengamati realitas kehidupan.

Seperti melihat harimau, maka anak akan meniru gaya harimau yang menerkam mangsa, simangsa sudah tentu adalah teman sepermainnya. Temannya akan berjuang mempertahankan dengan bergelut. Bermain dalam alam anak memberikan konsep anak bertanggung jawab terhadap permainan tersebut. Ketika terjadi “perselisihan” maka tanggung jawab anak terhadap permainan ini membantu dalam pengembangan moralnya. Olahraga (sport) yang merupakan kegiatan otot yang energik dan dalam kegiatan itu atlet memperagakan kemampuan geraknya (performa) dan kemauannya semaksimal mungkin, akan tetapi perkembangan teknologi memungkinkan faktor mesin menjadi techno-sport, seperti balap mobil, balap motor, yang banyak tergantung dengan faktor mesin.

Olahraga bersifat netral dan umum, tidak digunakan dalam pengertian olahraga kompetitif, karena pengertiannya bukan hanya sebagai himpunan aktivitas fisik yang resmi terorganisasi (formal) dan tidak resmi (informal). Pendidikan jasmani pada dasarnya bersifat universal, berakar pada pandangan klasik tentang kesatuan erat antara “body and mind”, Pendidikan jasmani adalah bagian integral dari pendidikan melalui aktivitas jasmani yang bertujuan untuk meningkatkan individu secara organik, neuromuskuler, intelektual dan emosional.

Konsep pendidikan jasmani terfokus pada proses sosialisasi atau pembudayaan via aktifitas jasmani, permainan dan olahraga. Proses sosialisasi berarti pengalihan nilai nilai budaya, perantaraan belajar merupakan pengalaman gerak yang bermakna dan memberi jaminan bagi partisipasi dan perkembangan seluruh aspek kepribadian peserta didik. Perubahan terjadi karena keterlibatan peserta didik sebagai aktor atau pelaku melalui pengalaman dan penghayatan secara langsung dalam pengalaman gerak sementara guru sebagai pendidik berperan sebagai “pengarah”

Pengajaran Etika dalam pendidikan jasmani

Kita telah menyadari bahwa pendidikan jasmani dan olahraga adalah laboratorium bagi pengalaman manusia, oleh sebab itu guru pendidikan jasmani harus mencoba mengajarkan etika dan nilai dalam proses belajar mengajar, yang mengarah pada kesempatan untuk membentuk karakter anak. Karakter anak didik yang dimaksud tentunya tidak lepas dari karakter bangsa Indonesia serta kepribadian utuh anak, selain harus dilakukan oleh setiap orangtua dalam keluarga, juga dapat diupayakan melainkan pendidikan nilai di sekolah. Saran yang bisa diangkat yaitu seluruh suasana dan iklim di sekolah sendiri sebagai lingkungan sosial terdekat yang setiap hari dihadapi, selain di keluarga dan masyarakat luas, perlu mencerminkan penghargaan nyata terhadap nilai nilai kemanusiaan yang mau diperkenalkan dan ditumbuhkembangkan penghayatannya dalam diri peserta didik. Misalnya, kalau sekolah ingin menanamkan nilai keadilan kepada para peserta didik, tetapi di lingkungan sekolah itu mereka terang-terangan menyaksikan berbagai bentuk ketidakadilan, maka di sekolah itu tidak tercipta iklim dan suasana yang mendukung keberhasilan pendidikan nilai. (Seperti praktek jual-beli soal, mark up nilai, pemaksaan pembelian buku dsb).

Tindakan nyata dan penghayatan hidup dari para pendidik atau sikap keteladanan mereka dalam menghayati nilai-nilai yang mereka ajarkan akan dapat secara instingtif mengimbas dan efektif berpengaruh pada peserta didik. Sebagai contoh, kalau guru sendiri memberi kesaksikan hidup sebagai pribadi yang selalu berdisiplin, maka kalau ia mengajarkan sikap dan nilai disiplin pada peserta didiknya, ia akan lebih disegani. Semua pendidik di sekolah, terutama para guru pendidikan jasmani perlu jeli melihat peluangpeluang yang ada, baik secara kurikuler maupun non/ekstra kurikuler, untuk menyadarkan pentingnya sikap dan perilaku positif dalam hidup bersama dengan orang lain, baik dalam keluarga, sekolah, maupun dalam masyarakat. Misalnya sebelum pelajaran dimulai, guru menegaskan bila anak tidak mengikuti pelajaran Karena membolos, maka nilai pelajaran akan dikurangi.

Secara kurikuler pendidikan nilai yang membentuk sikap dan perilaku positif juga bisa diberikan sebagai mata pelajaran tersendiri, misalnya dengan pendidikan budi pekerti. Akan tetapi penulis tidak menyarankan untuk di lakukan. Melalui pembinaan rohani siswa, melalui kegiatan pramuka, olahraga, organisasi, pelayanan sosial, karya wisata, lomba, kelompok studi, teater, dll. Dalam kegiatan-kegiatan tersebut para pembina melihat peluang dan kemampuannya menjalin komunikasi antar pribadi yang cukup mendalam dengan peserta didik.


BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan

Pendidikan jasmani sebagai alat pendidikan mempercepat anak dalam mengembangkan konsep tentang moral. Mengamati realitas moral secara kritis, akan lebih dekat pada bentuk permainan, dimana mengamati realitas moral merupakan pendidikan etika. Dalam permainan compassion, fairness, spormanship dan integritas sangat lekat didalamnya sehingga mampu memberikan konsep pendidikan etika di dalamnya.

Dukungan lingkungan sekolah dan masyarakat harus dijaga untuk menjaga iklim lingkungan sosial yang baik, agar mendukung pendidikan etika dan nilai. Guru pendidikan jasmani dapat mengajarkan nilai dan etika diluar jam pelajaran, terutama saat ektra kurikuler, kegiatan pramuka, organisasi klub olahraga sekolah dengan melihat peluang yang tepat dalam pendekatan individu. Membuat mata pelajaran tentang budi pekerti, tetapi hal ini perlu pembicaraan sesama seksama. Sehinga diharapkan Pendidikan jasmani dan olahraga merupakan laboratorium bagi pengalaman manusia, oleh sebab itu guru pendidikan jasmani harus mencoba mengajarkan etika dan nilai dalam proses belajar mengajar, yang mengarah pada kesempatan untuk membentuk karakter anak.

B.     Saran

Penulis mencoba merekomendasikan beberapa hal tentang pendidikan nilai dalam pendidikan jasmani berdasarkan latar belakang dan teori, diantaranya adalah pendidikan etika konsepnya bersifat abstrak, sehingga pemberiannya harus lebih banyak pada perilaku dan contoh-contoh yang konstruktif, dan sebagai alat pendidikan mempercepat anak dalam mengembangkan konsep tentang moral.



DAFTAR PUSTAKA

Franz Magnis Suseno, (1987) Etika Dasar, Masalah-masalah pokok filsafat moral.
Yogyakarta: Perc. Kanisius.
Freeman, William H. (2001). Physical Education and Sport in A Changing Society.
(Sixth Ed.). Boston. Allyn
Johansyah Lubis, (2007). Etika dan Masalah-masalah dalam Pendidikan Jasmani dan Olahraga. Jakarta : UNJ
http://nahirmuhammad.blogspot.co.id/2013/07/etika-dan-moral-penjas-dan-olahraga.html(11 nov 2016) (08.15)
keputusan kongres XXI Persatuan Guru Republik Indonesia Nomor VI/Kongres/XXI/PGRI 2013 tentang Kode Etik Guru.
Rusli Lutan (ed)., (2001) Olahraga dan Etika Fair Play. Direktorat Pemberdayaan
IPTEK Olahraga, Dirjen OR, Depdiknas, Jakarta: CV. Berdua
Wiyani, Novan Ardy. 2015. Etika Profesi Keguruan. Yogyakarta: Gava Media

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

loading...